By Munif Chatib
Cukup kaget, ketika mendapat email dari seorang guru, peserta pelatihan SEKOLAHNYA MANUSIA. Isi email tersebut seperti ini:
Ketika sistem pendidikan sudah tidak lagi berpihak dengan pendekatan yang bapak sampaikan, aku tahu itu sangatlah sulit untuk dilakukan. Aku hanya bisa berharap sekolahnya manusia adalah tetap menjadi sekolahnya manusia. Setelah mengikuti pelatihan selama 4 hari kemarin, sempat saya berbincang-bincang dengan pengawas sekolah saya. Singkat cerita inilah tanggapannya:
“AH.. itu hanya pepesan kosong dan itu hanya tindakkan dari orang atau sekelompok orang yang menentang pelaksanaan UN…” bagaimana menurut bapak?
KEMBALI KE HAKEKAT SEKOLAH
Saya jadi teringat sebuah artikel pendidikan di Kompas beberapa tahun lalu. Judulnya cukup menohok, “GANTIKAN SEKOLAH DENGAN BIMBEL – JIKA TUJUAN SEKOLAH HANYA UN”. Pada saat SEKOLAHNYA MANUSIA disadari menjadi sekolah yang mempunyai hakekat belajar yang sesungguhnya untuk siswa-siswanya, mestinya masalah UN sudah selesai. Sangat naif jika sekolah yang menyenangkan, sekolah yang ramah anak, sekolah yang menghargai semua kecerdasan dan gaya belajar anak, tiba-tiba harus ditempatkan sebagai LAWAN dari UJIAN NASIONAL. Buat saya tidak hanya naif, tapi sebuah kesimpulan yang salah. Pendapat tentang sekolah itu bertujuan sukses dalam pelaksanaan UN harus dikoreksi. Artinya, UN hanya salah satu dari indikator, masih banyak lagi indikator lain untuk keberhasilan sebuah sekolah dan guru mengajar. Saya selalu membuat analisa sederhana sebagai berikut:
Apa adil untuk siswa SD, hanya gara-gara ada UN nanti di kelas 6, maka mulai kelas 1 sampai kelas 6, mulai pertemuan pertama sampai pertemuan terakhir, sosok sekolah dan sosok belajar menjadi sangat menegangkan dan membosankan. Harus latihan soal-soal kognitif. Dengan memberi penguatan-penguatan seperti di bawah ini.
“Ayo kerjakan, kamu berhasil sekolah kalau lulus UN. Kalau gagal UN, kamu akan gagal dalam sekolah dan kehidupan ini.”
“Ayo kerjakan! Jangan sampai salah. Sebab kamu sekolah disini dianggap berhasil kalau sukses mengerjakan UN.” Dan banyak lagi pernyataan-pernyataan yang menakutkan dan menyihir siswa bahwa TUJUAN SEKOLAH SEMATA-MATA HANYA UNTUK LULUS UN. Demikian juga pada jenjang SMP dan SMA.
Siswa yang bergembira pada saat di kelas yang menyenangkan, TIDAK BOLEHsebab nanti akan kesulitan mengerjhakan soal UN.
Guru yang mengajar dengan kreratif, menggunakan multi strategi, TIDAK BOLEHsebab nanti siswanya akan kesulitan mengerjakan soal UN.
Siswa yang dipantik PENGETAHUANNYA dan KETERAMPILANNYA oleh para GURUNYA MANUSIA, TIDAK BOLEHsebab nanti itu tidak berguna dalam mengerjakan soal UN.
Anak yang menemukan MAKNA PEMBELAJARAN dan TERAPLIKASIKAN DALAM KEHIDUPAN NYATA, TIDAK BOLEH, sebab makna belajar sukses adalah bisa tepat menjawab soal-soal dengan melingkari jawaban dengan pensil 2B. Wow … jika saya teruskan kalimat-kalimat di atas dapat menjadi berlembar-lembar halaman.
HAKEKAT UJIAN NASIONAL
Saya pernah selama 2 hari mengamati makhluk yang bernama UJIAN NASIONAL. Ternyata dia itu biasa-biasa saja. Dia itu hanya alat untuk mengetahui secara parsial tentang kemampuan anak dalam mengetahui dan memahami soal-soal tertulis. Itu saja. Waktu saya buka buku besar dan tebal tentang AUTHENTIC ASESESMENT atau PENILAIAN OTENNTIK karya Benyamin S. Bloom, ternyata saya mendapati keterangan tentang bagian atau porsi dari UN untuk menilai kemampuan siswa.
Ternyata kemampuan siswa kita itu seluas SAMUDERA. Ketika belajar, siswa dapat diukur kemampuan PSIKO-AFEKTIFNYA. Sederhanyanya adalah SIKAP siswa dari berbagai aspek. Juga dapat diukur kemampuan PSIKOMOTORIKNYA. Ketika mempelajari bab kemampuan psikomotorik, saya hanya geleng-geleng kepala. Betapa luas kemampuan tersebut diartikan. Kemampuan psikomotorik itu dapat berupa aktivitas yang memerlukan gerak tubuh. Ketika siswa kita ‘hebat’ dalam menggiring bola, ternyata itu juga kemampuan psikomotorik. Sebuah kinerja (performance) dari siswa. Jadi ketika siswa mampu membaca puisi, menghafal Al Qur’an, dan lain-lain, itu juga disebut kemampuan psikomotorik. Ketika siswa kreatif membuat sesuatu, menggambar misalnya, maka itu juga digolongkan dalam kemampuan psikomotorik. Ketika siswa kita mampu menulis cerpen, maka itu juga kemampuan psikomotorik. Ketika siswa kita mampu menggunakan komputer untuk membuat sesuatu, itu juga kemampuan psikomotorik. Dan banyak lagi.
Lalu ada kemampuan PSIKO-KOGNITIF, yaitu daya pikir. Alat untuk melihat kemampuan ini adalah dengan TES. Baik tes lisan maupun TERTULIS. Menurut Bloom, TES TERTULIS itu dikatakan benar-benar tes untuk mengukur kemampuan siswa, jika mempunyai minimal dua kriteria penilaian. Jika hanya memiliki satu kriteria penilaian, itu BUKAN TES, tapi QUIZ, menang kalah dapat hadiah.
Wow! Sampai disini saja, kita dapat mengetahui bahwa UN adalah salah satu bagian kecil dari sebuah bagian untuk melihat kemampuan siswa. Di luar tersebut masih luas sekali cara memandang kemampuan anak kita yang seluas SAMUDERA. Lalu adilkah sebuah pernyataan bahwa ORANG-ORANG YANG BEKERJA SEKUAT TENAGA MENJADIKAN SEKOLAH ITU MENYENANGKAN, MENJADIKAN SEKOLAHNYA MANUSIA, MENGEMBALIKAN HAKEKAT BELAJAR YANG SESUNGGUHNYA, DIKATAKAN HANYA PEPESAN KOSONG. GARA-GARA NANTI ADA UN DI UJUNG PEMBELAJARAN.
Saya yakin semua orang akan setuju bahwa itu TIDAK ADIL. Jika sudah seperti ini, benarlah apa kata orang bijak, bahwa PROFESI GURU, APALAGI PENGAWAS adalah profesi yang tidak boleh berhenti untuk belajar. Saya mempunyai banyak sahabat-sahabat pengawas sekolah di seantero Indonesia yang selalu mendukung perjuangan saya dan teman-teman untuk terus membangun SEKOLAHNYA MANUSIA. Mereka terus memberikan masukan-masukan hebat kepada saya tentang kondisi banyak guru, terutama bagaimana guru mengajar dalam kondisi fasilitas yang beraneka ragam dan bertemu dengan siswa yagn beraneka ragam pula. Sungguh, buat saya, sahabat-sahabat saya pengawas sekolah itu adalah guru-guru saya. Beliau-beliau itu yang selalu mengabarkan kepada saya jurang yang menganga antara HARAPAN dan KENYATAAN. Mereka ingin ada JEMBATAN di anrtara keduanya. Yaitu solusi dari setiap permasalahan pendidikan. SUNGGUH SEKOLAHNYA MANUSIA BUKAN PEPESAN KOSONG!
Cukup kaget, ketika mendapat email dari seorang guru, peserta pelatihan SEKOLAHNYA MANUSIA. Isi email tersebut seperti ini:
Ketika sistem pendidikan sudah tidak lagi berpihak dengan pendekatan yang bapak sampaikan, aku tahu itu sangatlah sulit untuk dilakukan. Aku hanya bisa berharap sekolahnya manusia adalah tetap menjadi sekolahnya manusia. Setelah mengikuti pelatihan selama 4 hari kemarin, sempat saya berbincang-bincang dengan pengawas sekolah saya. Singkat cerita inilah tanggapannya:
“AH.. itu hanya pepesan kosong dan itu hanya tindakkan dari orang atau sekelompok orang yang menentang pelaksanaan UN…” bagaimana menurut bapak?
KEMBALI KE HAKEKAT SEKOLAH
Saya jadi teringat sebuah artikel pendidikan di Kompas beberapa tahun lalu. Judulnya cukup menohok, “GANTIKAN SEKOLAH DENGAN BIMBEL – JIKA TUJUAN SEKOLAH HANYA UN”. Pada saat SEKOLAHNYA MANUSIA disadari menjadi sekolah yang mempunyai hakekat belajar yang sesungguhnya untuk siswa-siswanya, mestinya masalah UN sudah selesai. Sangat naif jika sekolah yang menyenangkan, sekolah yang ramah anak, sekolah yang menghargai semua kecerdasan dan gaya belajar anak, tiba-tiba harus ditempatkan sebagai LAWAN dari UJIAN NASIONAL. Buat saya tidak hanya naif, tapi sebuah kesimpulan yang salah. Pendapat tentang sekolah itu bertujuan sukses dalam pelaksanaan UN harus dikoreksi. Artinya, UN hanya salah satu dari indikator, masih banyak lagi indikator lain untuk keberhasilan sebuah sekolah dan guru mengajar. Saya selalu membuat analisa sederhana sebagai berikut:
Apa adil untuk siswa SD, hanya gara-gara ada UN nanti di kelas 6, maka mulai kelas 1 sampai kelas 6, mulai pertemuan pertama sampai pertemuan terakhir, sosok sekolah dan sosok belajar menjadi sangat menegangkan dan membosankan. Harus latihan soal-soal kognitif. Dengan memberi penguatan-penguatan seperti di bawah ini.
“Ayo kerjakan, kamu berhasil sekolah kalau lulus UN. Kalau gagal UN, kamu akan gagal dalam sekolah dan kehidupan ini.”
“Ayo kerjakan! Jangan sampai salah. Sebab kamu sekolah disini dianggap berhasil kalau sukses mengerjakan UN.” Dan banyak lagi pernyataan-pernyataan yang menakutkan dan menyihir siswa bahwa TUJUAN SEKOLAH SEMATA-MATA HANYA UNTUK LULUS UN. Demikian juga pada jenjang SMP dan SMA.
Siswa yang bergembira pada saat di kelas yang menyenangkan, TIDAK BOLEHsebab nanti akan kesulitan mengerjhakan soal UN.
Guru yang mengajar dengan kreratif, menggunakan multi strategi, TIDAK BOLEHsebab nanti siswanya akan kesulitan mengerjakan soal UN.
Siswa yang dipantik PENGETAHUANNYA dan KETERAMPILANNYA oleh para GURUNYA MANUSIA, TIDAK BOLEHsebab nanti itu tidak berguna dalam mengerjakan soal UN.
Anak yang menemukan MAKNA PEMBELAJARAN dan TERAPLIKASIKAN DALAM KEHIDUPAN NYATA, TIDAK BOLEH, sebab makna belajar sukses adalah bisa tepat menjawab soal-soal dengan melingkari jawaban dengan pensil 2B. Wow … jika saya teruskan kalimat-kalimat di atas dapat menjadi berlembar-lembar halaman.
HAKEKAT UJIAN NASIONAL
Saya pernah selama 2 hari mengamati makhluk yang bernama UJIAN NASIONAL. Ternyata dia itu biasa-biasa saja. Dia itu hanya alat untuk mengetahui secara parsial tentang kemampuan anak dalam mengetahui dan memahami soal-soal tertulis. Itu saja. Waktu saya buka buku besar dan tebal tentang AUTHENTIC ASESESMENT atau PENILAIAN OTENNTIK karya Benyamin S. Bloom, ternyata saya mendapati keterangan tentang bagian atau porsi dari UN untuk menilai kemampuan siswa.
Ternyata kemampuan siswa kita itu seluas SAMUDERA. Ketika belajar, siswa dapat diukur kemampuan PSIKO-AFEKTIFNYA. Sederhanyanya adalah SIKAP siswa dari berbagai aspek. Juga dapat diukur kemampuan PSIKOMOTORIKNYA. Ketika mempelajari bab kemampuan psikomotorik, saya hanya geleng-geleng kepala. Betapa luas kemampuan tersebut diartikan. Kemampuan psikomotorik itu dapat berupa aktivitas yang memerlukan gerak tubuh. Ketika siswa kita ‘hebat’ dalam menggiring bola, ternyata itu juga kemampuan psikomotorik. Sebuah kinerja (performance) dari siswa. Jadi ketika siswa mampu membaca puisi, menghafal Al Qur’an, dan lain-lain, itu juga disebut kemampuan psikomotorik. Ketika siswa kreatif membuat sesuatu, menggambar misalnya, maka itu juga digolongkan dalam kemampuan psikomotorik. Ketika siswa kita mampu menulis cerpen, maka itu juga kemampuan psikomotorik. Ketika siswa kita mampu menggunakan komputer untuk membuat sesuatu, itu juga kemampuan psikomotorik. Dan banyak lagi.
Lalu ada kemampuan PSIKO-KOGNITIF, yaitu daya pikir. Alat untuk melihat kemampuan ini adalah dengan TES. Baik tes lisan maupun TERTULIS. Menurut Bloom, TES TERTULIS itu dikatakan benar-benar tes untuk mengukur kemampuan siswa, jika mempunyai minimal dua kriteria penilaian. Jika hanya memiliki satu kriteria penilaian, itu BUKAN TES, tapi QUIZ, menang kalah dapat hadiah.
Wow! Sampai disini saja, kita dapat mengetahui bahwa UN adalah salah satu bagian kecil dari sebuah bagian untuk melihat kemampuan siswa. Di luar tersebut masih luas sekali cara memandang kemampuan anak kita yang seluas SAMUDERA. Lalu adilkah sebuah pernyataan bahwa ORANG-ORANG YANG BEKERJA SEKUAT TENAGA MENJADIKAN SEKOLAH ITU MENYENANGKAN, MENJADIKAN SEKOLAHNYA MANUSIA, MENGEMBALIKAN HAKEKAT BELAJAR YANG SESUNGGUHNYA, DIKATAKAN HANYA PEPESAN KOSONG. GARA-GARA NANTI ADA UN DI UJUNG PEMBELAJARAN.
Saya yakin semua orang akan setuju bahwa itu TIDAK ADIL. Jika sudah seperti ini, benarlah apa kata orang bijak, bahwa PROFESI GURU, APALAGI PENGAWAS adalah profesi yang tidak boleh berhenti untuk belajar. Saya mempunyai banyak sahabat-sahabat pengawas sekolah di seantero Indonesia yang selalu mendukung perjuangan saya dan teman-teman untuk terus membangun SEKOLAHNYA MANUSIA. Mereka terus memberikan masukan-masukan hebat kepada saya tentang kondisi banyak guru, terutama bagaimana guru mengajar dalam kondisi fasilitas yang beraneka ragam dan bertemu dengan siswa yagn beraneka ragam pula. Sungguh, buat saya, sahabat-sahabat saya pengawas sekolah itu adalah guru-guru saya. Beliau-beliau itu yang selalu mengabarkan kepada saya jurang yang menganga antara HARAPAN dan KENYATAAN. Mereka ingin ada JEMBATAN di anrtara keduanya. Yaitu solusi dari setiap permasalahan pendidikan. SUNGGUH SEKOLAHNYA MANUSIA BUKAN PEPESAN KOSONG!
No comments:
Post a Comment