Balada Sholat di Tokyo
By Munif Chatib
“Pak Munif, kita sholat Dhuhur dan Asar di Masjid dar Al Arqam Asakusa
Tokyo,” kata Bu Fauziyah, direktur pondok Diniyah Putri Padang Panjang.
Tak sabar rasanya ingin tahu masjid di kota sehebat Tokyo. Ketika
sampai, saya cukup kaget. Ternyata masjid itu sebuah ruko 5 lantai. Kami
para laki-laki sholat di lantai 3. Sedangkan para wanita sholat di
lantai 2. Lantai 1 dipergunakan untuk ruang kantor dan etalase. Kami
sholat berjamaah dengan beberapa warga dari Pakistan. Namun betapa
senangnya, ternyata ada orang Indonesia yang menyapa kami. Namanya
Topan, asli Bandung. Wajahnya sangat teduh dan bersahaja. Masih muda
lagi.
“Pak Munif, saya tinggal bersama keluarga di lantai 5. Saya yang menjaga dan merawat masjid ini,” cerita Topan.
“Lalu mas Topan aktivitasnya apa di Tokyo ini?” tanya saya.
“Saya ambil doktor jurusan nuklir di sini.”
Wow ... doktor jurusan nuklir. Lalu sempat beberapa menit kami berbincang-bincang di depan ruko masjid itu.
“Masjid semacam ini banyak sekitar 14 tersebar di berbagai tempat di
kota Tokyo ini. Masjid utama yang besar adalah Masjid Tokyo,” cerita
Topan.
Besoknya, kami harus meninggalkan Tokyo, menuju ke
Haneda International Airport. Alangkah bahagianya kami sempat mampir ke
masjid Tokyo yang diceritakan mas Topan, untuk sholat Magrib dan Isya.
Ketika menginjakkan kaki di halaman masjidnya, saya terperangah. Indah
sekali interiornya. Terus saya masuk ke dalamnya. Beberapa menit saya
dibuatnya takjub. Saya ambil camera berusaha memotretnya. Lampu besar di
tengah kubah yang indah. Kaligrafi khas Turki yang mempunyai unsur seni
yang mengagumkan. Ternyata benar, Profesor Mina Hatori bilang kalau
masjid ini dibangun oleh orang Turki, tepatnya keluarga raja Turki.
Prof. Mina sendiri baru kali petama masuk dalam masjid Turki ini.
Saya sholat maghrib dan Isya, namun kekhusuan agak terganggu, sebab
pada saat sholat, Prof Mina terus men-shooting saya dengan handy camnya.
“Maaf Pak Munif, saya ambil videonya pada saat sholat. Saya suka
melihat orang Islam sholat. Maklum saya di Indonesia sering melakukan
penelitian di pondak-pondok tradisonal,” cerita Prof. Mina.
Akhirnya kita berdua banyak berdiskusi tentang Islam. Sampai-sampai saya
harus menjelaskan silsilah mulai dari nabi Adam sampai Ibrahim, dan
membelah menjadi dua, Ishaq dan Ismail. Ishaq adalah kakek dari
keturunan Yahudi dan Ismail kakek dari keturunan Arab.
“Jadi Yahudi dan Arab itu saudara satu bapak lain ibu?” tanya Prof. Mina. Saya mengangguk.
“Kok sampai sekarang mereka berantem terus ya?” Saya hanya geleng-geleng kepala tanda juga kebingungan.
Dari cerita Prof. Mina saya jadi tahu, ternyata masyarakat Jepang
terbanyak penganut ajaran SINTO. Beliau bilang bahwa SINTO itu
sebenarnya bukan agama. Jadi kebanyakan orang Jepang ini tidak beragama,
hanya penganut SINTO, yang artinya JALAN TUHAN.
“Gimana sih ajaran SINTO itu Prof?” tanya saya penasaran.
“Pokoknya SELALU BERBUAT BAIK dan MENGHARGAI ORANG LAIN, itu intinya.
Mereka cenderung ke Budha. Sebab menurut riwayatnya Budha itu orang
baik,” jawabnya.
Kembali saya menarik nafas panjang. Pertama
kali datang ke kota ini, Bu Fauziyah mengucapkan kepada saya “PAK MUNIF
SELAMAT DATANG DI KOTANYA MANUSIA”. Saya membuktikan kalau kota ini
benar-benar hebat. Tanpa sampah, bersih. Tanpa macet. Orangnya disiplin,
dan lain-lain. Namun alangkah terkejutnya, mereka kebanyakan tidak
beragama samawi. Mereka hanya percaya HARUS BERBUAT BAIK. Itu saja.
Dalam hati saya tambah yakin pada agama saya, ISLAM. Jika ISLAM
benar-benar diaplikasikan dengan benar, pastilah berakibat PENUH
KEBAIKAN dan KEBERKAHAN. Saya tambah percaya ISLAM adalah agama yang
manusiawi, bisa menjadi solusi dari segala masalah kehidupan. Sebab di
dalamnya sangat penuh dengan jutaan hikmah kehidupan. ISLAM bukan agama
yang seperti raja duduk di atas menara gading, jauh dari masalah-masalah
sosial dan kemasyarakatan yang dihadapi umatnya. Saya hanya
geleng-geleng kepala, masyarakat Jepang hanya mengaplikasikan satu baris
saja ajaran Islam yaitu BERBUAT BAIK KEPADA SESAMA, mereka menjadi
komunitas masyarakat yang mempunyai kualitas hidup “duniawi” yang
tinggi. Sedangkan ketika membaca berita tragedi di tanah air,
pembunuhan, pengusiran, dan pembakaran mengatasnamakan agama, saya hanya
mengelus-elus dada.
Terima kasih mas Topan dan keluarga.
Semoga cepat selesai kuliah doktor nuklirnya, dan kembali membangun
Indonesia. Terima kasih Prof. Mina. Diskusi satu jam tentang ISLAM dan
SINTO bersama anda sangat menyenangkan.
Tokyo, 10 September 2012
http://www.facebook.com/groups/nextmunif/permalink/10150921844258039/
No comments:
Post a Comment